Assalamu'alaikum
Di antara
nama Allâh Ta'âla adalah Al-Ghafûr (Yang Maha Pengampun), dan
di antara sifat-sifat-Nya adalah maghfirah (memberi ampunan).
Sesungguhnya para hamba sangat membutuhkan ampunan Allâh Ta'âla dari dosa-dosa
mereka, dan mereka rentan terjerumus dalam kubangan dosa.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
Seandainya
kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allâh akan melenyapkan kalian,
dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa,
lalu mereka akan memohon ampun kepada Allâh,
lalu Dia akan mengampuni mereka.
(HR. Muslim)
dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa,
lalu mereka akan memohon ampun kepada Allâh,
lalu Dia akan mengampuni mereka.
(HR. Muslim)
Dosa telah ditakdirkan pada manusia dan pasti terjadi. Allâh Ta'âla telah mensyariatkan faktor-faktor penyebab dosanya, agar hatinya selalu bergantung kepada Rabbnya, selalu menganggap dirinya sarat dengan kekurangan, senantiasa berintrospeksi diri, jauh dari sifat ‘ujub (mengagumi diri sendiri), ghurûr (terperdaya dengan amalan pribadi) dan kesombongan.
Dosa-dosa banyak diampuni di bulan Ramadhân, karena bulan itu merupakan bulan rahmat, ampunan, pembebasan dari neraka, dan bulan untuk melakukan kebaikan. Bulan Ramadhân juga merupakan bulan kesabaran yang pahalanya adalah surga.
Allâh Ta'âla berfirman:
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala tanpa batas.
(QS. Az-Zumar : 10)
dicukupkan pahala tanpa batas.
(QS. Az-Zumar : 10)
Puasa adalah perisai dan penghalang dari dosa dan kemaksiatan serta pelindung dari neraka. Dalam hadits shahîh dijelaskan :
Sesungguhnya Nabi mengucapkan amîn sebanyak tiga kali tatkala Jibril
berdoa.
Para Sahabat bertanya : “Wahai Rasûlullâh! Engkau telah mengucapkan amîn”.
Beliau menjawab : “Jibril telah mendatangiku, kemudian ia berkata :
“Celakalah orang yang menjumpai Ramadhân lalu tidak diampuni”.
Maka aku menjawab : “Amîn”.
Ketika aku menaiki tangga mimbar kedua maka ia berkata :
“Celakalah orang yang disebutkan namamu di hadapannya
lalu tidak mengucapkan salawat kepadamu”.
Maka aku menjawab : “Amîn”.
Ketika aku menaiki anak tangga mimbar ketiga, ia berkata :
“Celakalah orang yang kedua orang tuanya mencapai usia tua berada di sisinya,
lalu mereka tidak memasukkannya ke dalam surga”.
Maka aku jawab : “Amîn”.
Para Sahabat bertanya : “Wahai Rasûlullâh! Engkau telah mengucapkan amîn”.
Beliau menjawab : “Jibril telah mendatangiku, kemudian ia berkata :
“Celakalah orang yang menjumpai Ramadhân lalu tidak diampuni”.
Maka aku menjawab : “Amîn”.
Ketika aku menaiki tangga mimbar kedua maka ia berkata :
“Celakalah orang yang disebutkan namamu di hadapannya
lalu tidak mengucapkan salawat kepadamu”.
Maka aku menjawab : “Amîn”.
Ketika aku menaiki anak tangga mimbar ketiga, ia berkata :
“Celakalah orang yang kedua orang tuanya mencapai usia tua berada di sisinya,
lalu mereka tidak memasukkannya ke dalam surga”.
Maka aku jawab : “Amîn”.
(HR. Al-Hakim)
Seorang Muslim yang berusaha mendapatkan ampunan dosa, akan berbahagia dengan adanya amalan-amalan shalih agar Allâh Ta'âla menghapuskan dosa dan perbuatan jeleknya, karena kebaikan bisa menghapus kejelekan.
Sebab-sebab ampunan yang disyariatkan itu di antaranya :
Tauhid
Inilah sebab teragung. Siapa yang tidak bertauhid,
maka kehilangan ampunan dan siapa yang memilikinya maka telah memiliki sebab
ampunan yang paling agung.
Allâh Ta'âla berfirman:
Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa syirik,
dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
(QS. An-Nisâ‘ : 48)
dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
(QS. An-Nisâ‘ : 48)
Siapa saja
yang membawa dosa sepenuh bumi bersama tauhid, maka Allâh Ta'âla akan
memberikan ampunan sepenuh bumi kepadanya. Namun, hal ini berhubungan erat
dengan kehendak Allâh Ta'âla. Apabila Dia Ta'ala berkehendak, akan mengampuni.
Dan bisa saja, Dia Ta'ala berkehendak untuk menyiksanya. Siapa yang merealisasikan kalimatut
tauhîd di hatinya, makakalimatut tauhîd tersebut akan
mengusir kecintaan dan pengagungan kepada selain Allâh Ta'âla dari hatinya.
Ketika itulah dosa dan kesalahan dihapus secara keseluruhan, walaupun sebanyak
buih di lautan.
‘Abdullâh bin
‘Amr radhiyallâhu'anhu meriwayatkan bahwa Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wasallampernah bersabda :
“Sesungguhnya Allâh akan
menyendirikan seorang dari umatku
(untuk dihadapkan) di depan semua makhluk pada hari Kiamat.
Lalu Allâh menghamparkan sembilan puluh sembilan lembaran (catatan amal) miliknya.
Setiap lembaran seperti sejauh mata memandang.
Kemudian Allâh berfirman:
“Apakah kamu mengingkarinya? Apakah malaikat pencatat amalan menzhalimimu”.
Maka ia pun menjawab : “Tidak wahai Rabbku”.
Lalu Allâh berfirman lagi : “Apakah kamu memiliki udzur?”
Ia menjawab : “Tidak ada wahai Rabb”.
Lalu Allâh berfirman : “(Yang benar) ada, sesungguhnya kamu memiliki kebaikan di sisi Kami,
tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini”.
Lalu dikeluarkan satu kartu berisi syahadatain.
Kemudian Allâh berfirman : “Masukanlah dalam timbangan!”
Ia pun berkata : “Wahai Rabbku apa gunanya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran itu?”
Maka Allâh berfirman : “Sungguh kamu tidak akan dizhalimi”.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :
“Selanjutnya lembaran-lembaran tersebut diletakkan dalam satu anak timbangan
dan kartu tersebut di anak timbangan yang lain.
Ternyata lembaran-lembaran terangkat tinggi dan kartu tersebut lebih berat.
Maka tidak ada satu pun yang lebih berat dari nama Allâh”.
(untuk dihadapkan) di depan semua makhluk pada hari Kiamat.
Lalu Allâh menghamparkan sembilan puluh sembilan lembaran (catatan amal) miliknya.
Setiap lembaran seperti sejauh mata memandang.
Kemudian Allâh berfirman:
“Apakah kamu mengingkarinya? Apakah malaikat pencatat amalan menzhalimimu”.
Maka ia pun menjawab : “Tidak wahai Rabbku”.
Lalu Allâh berfirman lagi : “Apakah kamu memiliki udzur?”
Ia menjawab : “Tidak ada wahai Rabb”.
Lalu Allâh berfirman : “(Yang benar) ada, sesungguhnya kamu memiliki kebaikan di sisi Kami,
tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini”.
Lalu dikeluarkan satu kartu berisi syahadatain.
Kemudian Allâh berfirman : “Masukanlah dalam timbangan!”
Ia pun berkata : “Wahai Rabbku apa gunanya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran itu?”
Maka Allâh berfirman : “Sungguh kamu tidak akan dizhalimi”.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :
“Selanjutnya lembaran-lembaran tersebut diletakkan dalam satu anak timbangan
dan kartu tersebut di anak timbangan yang lain.
Ternyata lembaran-lembaran terangkat tinggi dan kartu tersebut lebih berat.
Maka tidak ada satu pun yang lebih berat dari nama Allâh”.
(HR. Tirmidzi)
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam dalam hadits Qudsi menyatakan :
Allâh berfirman :
"Wahai anak keturunan Adam, seandainya kamu membawa dosa sepenuh bumi
kemudian kamu menjumpai-Ku
dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak berbuat syirik)
tentu saja Aku akan membawakan untukmu sepenuh bumi ampunan.”
(HR. Muslim)
"Wahai anak keturunan Adam, seandainya kamu membawa dosa sepenuh bumi
kemudian kamu menjumpai-Ku
dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak berbuat syirik)
tentu saja Aku akan membawakan untukmu sepenuh bumi ampunan.”
(HR. Muslim)
Ini adalah keutamaan dan kemurahan dari Allâh Ta'âla dengan pengampunan seluruh dosa yang ada pada lembaran-lembaran tersebut dengan kalimat tauhid. Karena kalimat tauhid adalah kalimat ikhlas yang menyelamatkan pemiliknya dari adzab. Allâh Ta'âla menganugerahinya surga dan menghapus dosa-dosa yang seandainya memenuhi bumi; namun hamba tersebut telah mewujudkan tauhid, maka Allâh Ta'âla menggantikannya dengan ampunan.
Do’a dengan Pengharapan
Allâh Ta'âla memerintahkan berdoa dan berjanji akan
mengabulkannya.
Allâh Ta'âla berfirman:
Dan Rabbmu berfirman:
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.
(QS. Ghâfir : 60)
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.
(QS. Ghâfir : 60)
Doa adalah
ibadah. Doa akan dikabulkan apabila memenuhi kesempurnaan syarat dan bersih
dari penghalang-penghalang. Kadangkala, pengabulan itu tertunda, karena
sebagian syarat tidak terpenuhi atau adanya sebagian penghalangnya.
Di antara
syarat dan adab terkabulnya doa adalah kekhusyukan hati, mengharapkan ijâbah
dari Allâh Ta'âla , sungguh-sungguh dalam meminta, tidak menyatakan insya
Allâh (Ya Allâh Ta'âla, kabulkanlah permintaanku bila Engkau
menghendakinya-red), tidak tergesa-gesa mengharap pengabulan, memilih
waktu-waktu dan keadaan yang mulia, mengulang-ulang doa tiga kali dan
memulainya dengan pujian kepada Allâh Ta'âla dan shalawat, berusaha memilih
makanan dan minuman yang halal dan lain-lain. Di antara permohonan terpenting
yang dipanjatkan seorang hamba kepada Rabb-nya yaitu permohonan agar
dosa-dosanya diampuni atau pengaruh dari pengampunan dosa seperti diselamatkan
dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.
ISTIGHFÂR (Memohon Ampunan)
Permohonan ampun ini merupakan pelindung dari adzab,
penjaga dari setan, penghalang dari dari kegelisahan, kefakiran dan
penderitaan, pengaman dari masa paceklik dan dosa; meskipun dosa-dosa seseorang
telah menggunung sampai menyentuh langit.
Dalam hadits
Anas bin Malik radhiyallâhu'anhu, Rasûlullâh shallallâhu
'alaihi wasallam bersabda bahwa Allâh Ta'âla berfirman :
“Wahai bani Adam,
sesungguhnya selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku,
maka Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu
dan Aku tidak akan peduli;
Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit,
kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku,
Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli;
Wahai bani Adam,
seandainya engkau datang kepada-Ku
dengan membawa kesalahan seukuran bumi
kemudian engkau datang menjumpai-Ku
dalam keadaan tidak berbuat syirik
atau menyekutukanKu dengan apapun juga,
maka sungguh Aku akan datang kepadamu
dengan membawa ampunan seukuran bumi juga.
(HR. At-Tirmidzi)
sesungguhnya selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku,
maka Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu
dan Aku tidak akan peduli;
Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit,
kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku,
Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli;
Wahai bani Adam,
seandainya engkau datang kepada-Ku
dengan membawa kesalahan seukuran bumi
kemudian engkau datang menjumpai-Ku
dalam keadaan tidak berbuat syirik
atau menyekutukanKu dengan apapun juga,
maka sungguh Aku akan datang kepadamu
dengan membawa ampunan seukuran bumi juga.
(HR. At-Tirmidzi)
Membaca istighfâr adalah penutup
terbaik bagi berbagai amalan, umur, serta penutup majelis.
Berpuasa di siang hari dan Sholat di malam hari dengan
Niat Ikhlas
Dia berpuasa bukan dengan niat mengikuti orang banyak,
juga tidak untuk mendapatkan sanjungan orang, tidak untuk melestarikan adat
atau supaya sehat; juga tidak berniat pamer serta tidak untuk mensukseskan
urusan duaniawi. Dia juga tidak berniat untuk mendoakan keburukan yang tidak
pantas buat seorang Muslim. Dia melaksanakan ibadah puasa terdorong oleh niat
beriman kepada Allâh Ta'âla, merealisasikan ketaatan kepada-Nya dan
mengharapkan pahala dari Allâh Ta'âla.
Dalam sebuah hadits dinyatakan :
Barangsiapa yang berpuasa
karena iman dan ingin mendapatkan pahala,
maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.
(HR. Bukhâri dan Muslim)
maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.
(HR. Bukhâri dan Muslim)
Alangkah luar biasanya seorang yang melaksanakan
ibadah puasa lalu keluar dari ibadahnya dalam keadaan sebagaimana ketika
dilahirkan oleh ibundanya, yaitu tidak menanggung dosa dan berhati suci.
Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya Allâh
mewajibkan puasa Ramadhân
dan saya menyunnahkan bagi kalian shalat malamnya.
Maka barangsiapa melaksanakan ibadah puasa
dan shalat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala,
niscaya dia keluar dari dosa-dosanya
sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibundanya."
dan saya menyunnahkan bagi kalian shalat malamnya.
Maka barangsiapa melaksanakan ibadah puasa
dan shalat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala,
niscaya dia keluar dari dosa-dosanya
sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibundanya."
(HR. Nasa’i & Ahmad)
Dengan melaksanakan semua ini berarti seorang Muslim
telah menjaga waktu siangnya dengan puasa, memelihara waktu malamnya dengan
shalat tarawih serta berusaha mendapatkan ridha Allâh Ta'âla.
Sholat pada malam Lailatul Qadr dengan Niat Ikhlas
Lailatul
Qadar adalah suatu malam yang Allâh Ta'âla muliakan, melebihi semua malam
lainnya, suatu malam saat Allâh Ta'âla menurunkan kitab-Nya. Allâh Ta'âla
berfirman :
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur‘ân) pada
malam kemuliaan.
(QS. Al-Qadr : 1)
(QS. Al-Qadr : 1)
Allâh Ta'âla menjadikan Lailatul Qadar ini lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam ini para malaikat turun dan menjadikannya malam keselamatan dari segala keburukan dan dosa. Allâh Ta'âla mengkhususkan satu surat dalam al-Qur’ân yang membicarakan tentang malam ini. Orang yang terhalang dari berbagai kebaikan pada malam ini berarti dia terhalang dari semua kebaikan.
Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wasallam pernah mencari Lailatul Qadar ini
pada seluruh hari pada bulan Ramadhân, karena Beliau Shallallâhu
'Alaihi Wasallam pernah beri’tikaf pada sepuluh hari pertama bulan
Ramadhân, kemudian sepuluh hari kedua dan sepuluh hari terakhir. Orang yang
ingin mendapatkan keberuntungan, maka dia akan antusias untuk melaksanakan
shalat malam pada malam yang lebih baik dari delapan puluh tiga tahun dan empat
bulan tersebut.
Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
Barangsiapa melaksanakan
shalat malam pada bulan Ramadhân
karena iman dan ingin mendapatkan pahala,
maka dia diampuni semua dosanya yang telah lewat.
(HR. Bukhâri dan Muslim)
karena iman dan ingin mendapatkan pahala,
maka dia diampuni semua dosanya yang telah lewat.
(HR. Bukhâri dan Muslim)
Untuk mendapatkan ampunan di malam itu, tidak disyaratkan untuk menyaksikannya secara langsung. Namun syaratnya adalah orang melakukan qiyamul lail sebagaimana tertuang dalam hadits tersebut.
Bersedekah
Bersedekah termasuk salah satu qurbah (ibadah yang
mendekatkan diri) yang agung di hadapan Allâh Ta'âla. Dengannya, seorang hamba
memperoleh kebaikan, sesuai dengan firman Allâh Ta'âla :
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.
Dan apa saja yang kamu nafkahkan. sesungguhnya Allâh mengetahuinya.
(QS. Ali Imrân : 92)
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.
Dan apa saja yang kamu nafkahkan. sesungguhnya Allâh mengetahuinya.
(QS. Ali Imrân : 92)
Dalam hadits Mu’âdz radhiyallâhu'anhu, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :
“Maukah aku tunjukkan
kepadamu pintu-pintu kebaikan?
Puasa adalah perisai.
Bersedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api.
Dan shalat seseorang di kegelapan malam …”
(HR. Tirmidzi)
Puasa adalah perisai.
Bersedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api.
Dan shalat seseorang di kegelapan malam …”
(HR. Tirmidzi)
Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wasallam orang yang sangat dermawan. Dan
Beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhân saat beliau berjumpa dengan
malaikat Jibril. Saat itu beliau lebih berbaik hati daripada angin yang bertiup
sepoi-sepoi. Di antara bentuk sedekah terbaik adalah memberi makan orang yang
puasa (ifthârus shâim).
Disebutkan
dalam hadits:
“Barang siapa memberi buka
puasa bagi orang yang puasa
maka ia memperoleh pahala sepertinya, tanpa mengurangi pahala orang itu sedikit pun.”
(HR. Tirmidzi)
maka ia memperoleh pahala sepertinya, tanpa mengurangi pahala orang itu sedikit pun.”
(HR. Tirmidzi)
Pahala orang yang bersedekah dilipat-gandakan sampai
tujuh ratus lipat dan kelipatan yang lebih banyak lagi. Di bulan Ramadhân,
penggandaan pahala itu semakin besar. Di antara pemandangan yang sangat
menarik, antusiasme orang di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dan masjid-masjid
lainnya untuk memberi buka puasa bagi kaum Muslimin di bulan Ramadhân.
Melakukan Umrah
Ibadah umrah termasuk faktor yang menggugurkan
dosa-dosa.
Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
“Ibadah umrah ke ibadah
umrah (berikutnya) adalah penggugur dosa antara keduanya.
Dan pahala haji mabrur tiada lain adalah surga”
(HR. Bukhâri)
Dan pahala haji mabrur tiada lain adalah surga”
(HR. Bukhâri)
Umrah di
bulan Ramadhân pahalanya lebih besar daripada di bulan-bulan lainnya. Dari Ibnu
Abbâsradhiyallâhu'anhu, Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam sehabis
pulang dari haji Wada’ berkata kepada seorang wanita dari Anshar bernama Ummu
Sinân :
“Apa yang menghalangimu
untuk berhaji (denganku).”
Ia menjawab: “Abu Fulan (suaminya) memiliki dua onta.
Salah satu dipakainya untuk berhaji dan yang lain untuk mengairi persawahan.”
Maka Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya:
Ia menjawab: “Abu Fulan (suaminya) memiliki dua onta.
Salah satu dipakainya untuk berhaji dan yang lain untuk mengairi persawahan.”
Maka Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya:
“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhân dapat
mengganti haji bersamaku.”
(HR. Bukhâri & Muslim)
(HR. Bukhâri & Muslim)
Betapa besar
keberuntungan orang yang umrah di bulan Ramadhân. Ia bagaikan berhaji bersama
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam , seperti orang yang menyertai
Beliau dalam ihram, sa'i dan thawaf dan seluruh manasik haji Beliau.
Menyempurnakan Puasa Sebulan Penuh
Ada sekian banyak orang yang akan bebas dari api
neraka di bulan Ramadhân, dan itu terjadi di setiap malam. Allâh Ta'âla
menyempurnakan pahala orang-orang yang sabar tanpa perhitungan khusus.
Ada Ulama yang mengatakan:
Barang siapa berpuasa sebulan penuh dan meraih pahala sempurna,
dan berjumpa dengan malam lailatul qadar,
sungguh ia telah menggapai hadiah dari Allâh.
dan berjumpa dengan malam lailatul qadar,
sungguh ia telah menggapai hadiah dari Allâh.
Semoga Allâh Ta'âla mengampuni dosa-dosa kita sekalian dan menutupi kekurangan-kekurangan kita dan memudahkan segala urusan kita.
(Diambil dari kitab
Tadzkîrul Anâm Bidurûs ash-Shiyâm, karya Syaikh Sa‘d bin Sa‘îd al-Hajri, Dâr
Ibnul Jauzi hlm 265-272.)
Wallahu 'Alam
Wassalamu'alaikum
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar