Assalamu'alaikum
Suatu
ketika, ada seorang Kakek yang sedang berada di sebuah taman kecil. Di dekatnya
terdapat beberapa anak yang sedang bermain pasir, membentuk lingkaran. Sang Kakek
lalu menghampiri mereka, dan berkata: “Siapa yang mau uang Rp. 100.000 ?”.
Lantas semua anak berhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan.
Ia lalu berkata, “Kakek akan
memberikan uang, tapi setelah kalian semua melihat ini dulu.”.
Kakek tua itu lalu
meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat.
Ia
lalu kembali bertanya “Siapa yang masih mau dengan uang ini ?”.
Namun, anak-anak
itu tetap bersemangat mengacungkan tangan.
“Tapi, kalau Kakek injak dan
uangnya tambah lusuh bagaimana ?“.
Lalu, Kakek itu malah menjatuhkan uang itu ke
tanah dan menginjaknya dengan sepatu. Di pijak dan di tekannya keras-keras uang
itu hingga kotor. Beberapa saat Ia lalu mengambil kembali uang itu.
Dan ia
kembali bertanya, “Siapa yang masih mau uang ini ?”.
Dan tetap saja, anak-anak
itu mengacungkan jari mereka tanda mereka masih mau dengan uang tersebut walaupun
sudah lusuh dan kotor.
Sahabat, dari cerita di atas
kita dapat belajar sesuatu yang sangat berharga. Apapun yang dilakukan Si
Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu. Sebab tindakan itu tak akan
mengurangi nilai dari uang yang akan diberikan Sang Kakek. Walaupun lusuh dan
kotor, uang itu tetap berharga Rp. 100.000
Seringkali dalam hidup ini
kita merasa lusuh, kotor, tertekan, terinjak ataupun tak kuasa atas segala
keputusan yang telah kita ambil. Kita juga kerap mengeluh atas semua ujian yang
di berikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, kotor, dan tak berharga di
mata orang lain. Kita merasa di sepelekan, diacuhkan dan tak dipedulikan oleh
keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita. Namun, percayalah, apapun yang terjadi,
atau “bakal terjadi”, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mata Allah
Yang Maha Penyayang.
Bagi-Nya, lusuh, kotor,
tertekan, ternoda, selalu ada kesempatan bagi kita untuk meraih ampunan-Nya.
Nilai dari diri kita, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa
yang kita dapat. Nilai diri kita di mata Allah tidak diukur dari sempurnanya
fisik kita, dari rapihnya pakaian kita, dari tingginya jabatan kita. Namun
nilai diri kita ditentukan oleh seberapa besar usaha kita memberi bobot pada
diri kita yaitu nilai keimanan dan ketaqwaan kita, bukan pada kenampakan fisik
semata.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada penampilan-penampilan dan harta benda kalian. Akan tetapi melihat kepada kalbu dan amal kalian.”
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada penampilan-penampilan dan harta benda kalian. Akan tetapi melihat kepada kalbu dan amal kalian.”
(Shahih, HR. Muslim dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Wallahu 'Alam
Wassalamu'alaikum
Wassalamu'alaikum
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar