Assalamu'alaikum
Ada beberapa karakteristik yang harus
dipenuhi seseorang, sehingga ia dapat disebut berkepribadian muslim, yaitu :
- Salimul ‘Aqidah / ‘Aqidatus Salima (Aqidah yang Lurus/Selamat)
Salimul Aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim.
Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada
Allah subhanahu wa ta'ala, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya.
Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala
perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya :
“Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”. (QS. Al-An’am :162)
Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar
ajaran tauhid, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.
- Shahihul Ibadah (Ibadah yang Benar)
Shahihul Ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang
penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu
sebagaimana melihat aku shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam
melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti (ittiba’)
kepada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau
dikurang-kurangi.
- Matinul Khuluq (Akhlak yang Kokoh)
Matinul Khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki
oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan
makluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya,
baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi
umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah untuk
memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada
kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh Allah subhanahu wa ta'ala di dalam
Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya : “Dan sesungguhnya kamu
benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. Al-Qalam : 4)
- Mutsaqqoful Fikri (Wawasan yang Luas)
Mutsaqqoful Fikri wajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah
satu sifat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak
mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman
Allah yang artinya :
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan
judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”. (QS Al-Baqarah : 219)
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita
lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang
muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai
wawasan yang luas maka manusia dituntut untukk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yang
disabdakan Beliau : “Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim”. (Muttafaqun
‘alaihi)
Dan menuntut ilmu yang paling baik adalah melalui majelis-melisaj ilmu seperti yang
digambarkan Allah subhanahu wa ta'ala dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang beriman apabila
dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
“Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilaah : 11)
Oleh karena itu Allah subhanahu wa ta'ala mempertanyakan kepada kita
tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman-Nya yang
artinya :
Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang
yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar : 9)
- Qowiyyul Jismi (Jasmani yang Kuat)
Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan
ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan
haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi
fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk
perjuangan lainnya.Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian
seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada
pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang
wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim
sakit-sakitan. Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menekankan pentingnya kekuatan jasmani
seorang muslim seperti sabda Beliau yang artinya :
“Mukmin yang kuat
lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim)
- Mujahadatul Linafsihi (Berjuang Melawan Hawa Nafsu)
Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki
kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada
yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan.
Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.
Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada
ajaran Islam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda yang artinya :
“Tidak beriman
seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku
bawa (ajaran Islam)”. (HR. Hakim)
- Harishun Ala Waqtihi (Disiplin Menggunakan Waktu)
Harishun Ala Waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini
karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya.
Allah subhanahu wa ta'ala banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu
seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.
Waktu merupakan
sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu
setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik
sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia.
Maka, diantara yang disinggung oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah memanfaatkan momentum lima
perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat
sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum
miskin.
- Munazhzhamun fi Syuunihi (Teratur dalam Suatu Urusan)
Munazhzhaman fi Syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan
oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan
secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu
diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat, berkorban, berkelanjutan dan
berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian
serius dalam penunaian tugas-tugas.
- Qodirun Alal Kasbi (Memiliki Kemampuan Usaha Sendiri/Mandiri)
Qodirun Alal Kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim.
Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan
berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki
kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan
prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi
ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja
kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh,
zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu
perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal
itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian
inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya
itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah subhanahu wa ta'ala. Rezeki yang telah
Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau
ketrampilan.
- Nafi’un Lighoirihi (Bermanfaat Bagi Orang Lain)
Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia
berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan
seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini
berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya
semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam
masyarakatnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda yang artinya :
“Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. (HR.
Qudhy dari Jabir)
Untuk meraih kreteria Pribadi Muslim di
atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau kesungguhan dan kesinambungan.
Allah swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh meraih
keridha'an-Nya.
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan)
kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan
Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS.
Al Ankabut : 69)
Wallahu 'Alam
Wassalamu'alaikum
0 komentar:
Posting Komentar